Emiten perbankan yang tergabung ke dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) yang kapitalisasi pasarnya menjadi terbesar kedua yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) terpantau melesat pada perdagangan sesi I Rabu (21/8/2024).
Hingga pukul 12:00 WIB, saham BMRI melesat 1,04% ke posisi harga Rp 7.275/unit. Saham BMRI pada sesi I hari ini bergerak di rentang harga Rp 7.225 – Rp 7.300 per unit.
Secara pergerakan sahamnya, dalam sepekan terakhir, BMRI sudah melesat 2,83%, sedangkan selama sebulan terakhir melonjak 12,36%, dan sepanjang tahun ini sudah melejit 20,25%.
Bahkan dari posisi tertinggi sepanjang masanya pasca pemecahan saham (stock split) pada perdagangan 14 Maret lalu, selisih harganya pun sudah tinggal sedikit yakni hanya tinggal sekitar 2% saja. Dengan ini, maka BMRI makin mendekati posisi rekor tertingginya.
Saham BMRI pada sesi I hari ini sudah diperdagangkan sebanyak 7.352 kali dengan volume transaksi mencapai 49,86 juta lembar saham dan nilai transaksinya sudah mencapai Rp 362,32 miliar. Adapun kapitalisasi pasarnya saat ini mencapai Rp 679 triliun.
Hingga pukul 12:00 WIB di order bid atau beli, pada harga Rp 7.200/unit, menjadi antrean beli paling banyak di sesi I hari ini, yakni mencapai 30.863 lot atau sekitar Rp 22 miliar.
Sedangkan di order offer atau jual, di harga Rp 7.400/unit atau posisi tertingginya, menjadi antrean jual terbanyak pada sesi I hari ini, yakni mencapai 65.672 lot atau sekitar Rp 49 miliar.
Saham BMRI terus membaik hingga kini sudah makin mendekati posisi tertingginya pasca stock split, di tengah banyaknya sentimen positif yang dapat mempengaruhi kinerja keuangan dan saham kedepannya.
Adanya sentimen positif dari potensi pemangkasan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed) dan Bank Indonesia (BI) dapat berdampak kepada tingkat penyaluran kredit perbankan, termasuk bank-bank raksasa utamanya BMRI.
The Fed diprediksi akan memulai berakhirnya era suku bunga tinggi pada pertemuan edisi September mendatang. The Fed juga sebelumnya sudah mulai mengindikasikan akan memangkas suku bunga acuan jika inflasi terus mendingin.
Kemudian, BI diprediksi memangkas suku bunga acuan BI Rate sebesar 50 basis poin (bp) pada periode September-Desember tahun ini dan melakukan penurunan 50 bp kembali pada semester I-2025.
Alhasil, ketika suku bunga sudah lebih rendah, maka perbankan dapat dengan mudah menyalurkan kreditnya karena tingkat kredit perbankan akan lebih terjangkau dan masyarakat akan cenderung kembali mengambil kredit.
Di lain sisi, kinerja saham BMRI yang juga masih cukup baik menjadi amunisi tambahan sekaligus menjadi sentimen positif.
BMRI melaporkan kenaikan laba bersih menjadi Rp 26,55 triliun hingga akhir Juni 2024. Capaian tersebut naik 5,23% dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 25,23 triliun.
Berdasarkan laporan keuangan perseroan pada semester I-2024, kenaikan laba BMRI ditopang oleh pendapatan bunga dan syariah bersih yang terkerak naik 3,75% menjadi Rp 49,08 triliun dalam enam bulan pertama tahun ini.
BMRI juga membukukan pendapatan komisi (fee based income) senilai Rp 10,77 triliun, melonjak 14,37% dari periode yang sama tahun sebelumnya.
Sedangkan laba operasional BMRI tercatat naik menjadi Rp 36,61 triliun.
Hingga paruh pertama tahun ini, BMRI secara konsolidasi menyalurkan kredit hingga Rp 1.526,82 triliun atau tumbuh 9,64% dibandingkan posisi akhir tahun lalu sebesar Rp 1.392,58 triliun.
Sementara Dana pihak ketiga (DPK) Bank Mandiri tercatat naik nyaris 5% menjadi Rp 1.650 triliun dibandingkan posisi akhir tahun lalu sebesar Rp 1.576 triliun. Kenaikan terjadi di seluruh sengmen, mulai dari tabungan, giro hingga deposito.
Rasio keuangan juga menunjukkan perbaikan, dengan angka kredit macet (non-perfoming loan/NPL gross) turun 52 basis poin (bp) menjadi 1,01% di semester pertama tahun ini dari semula mencapai 1,53%.
Tak hanya itu saja, BMRI juga mempertahankan posisinya sebagai bank dengan aset terbesar di Indonesia. Di semester I-2024, aset BMRI mencapai Rp 2.257,8 triliun, tumbuh 15% secara tahunan (year-on-year/yoy).
Pertumbuhan aset tersebut ditopang oleh laju penyaluran kredit sepanjang enam bulan pertama tahun ini. Mengutip laporan publikasi, kredit dan pembiayaan Bank Mandiri melesat 20,5% yoy menjadi Rp 1.526,82 triliun.
Pada periode yang sama, surat berharga yang dimiliki turun 5,8% yoy menjadi Rp 339,56 triliun. Lalu penempatan dana di BI juga turun 8% yoy menjadi Rp 119,77 triliun.
Selain karena kinerjanya yang cukup baik, pelaku pasar yang cenderung memborong BMRI terjadi karena secara valuasi masih terbilang murah.
Tak hanya itu saja, adanya prediksi bahwa era suku bunga tinggi akan berakhir pada tahun ini pun membuat pelaku pasar cenderung kembali memburu saham-saham perbankan, termasuk BMRI, meskipun sejatinya pemangkasan suku bunga menjadi sentiment negatif bagi saham perbankan.